Dasopang, Nur Sania (2012) Kedudukan anak angkat dalam pembagian harta warisan menurut kompilasi hukum Islam (KIII) dan hukum adat Tapanuli Selatan. Undergraduate thesis, IAIN Padangsidimpuan.
Text
08 210 0022.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (6MB) |
Abstract
Di Indonesia, ada tiga sistem hukum yang berlaku dan mengatur permasalahan tentang pengangkatan anak. Ketiga sistem hukum itu adalah hukum Islam, hukum Adat dan hukum Barat. Pembahasan ini akan dikonsentrasikan pada hukum Islam dan hukum adat khususnya Tapanuli Selatan, hukum Islam yang dimaksud adalah KHI. Penulis memunculkan tiga rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimana aturan hukum KHI dan Adat Tapanuli Selatan tentang pembagian harta warisan terhadap anak angkat, (2) Apa landasan yang digunakan oleh KHI dan Hukum Adat Tapanuli Selatan untuk menetapkan aturan tersebut, dan (3) Apa persamaan dan perbedaan KHI dan Hukum Adat Tapanuli Selatan tentang pembagian harta warisan terhadap anak angkat. Rumusan masalah di atas akan dijawab oleh penulis dengan melakukan penelitian gabungan antara Library Research dan field research dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Setelah Penulis memperoleh data, maka data-data tersebut diolah/dianalisa untuk diperiksa kembali validitas data dan sekaligus melakukan kritik sumber dengan metode komparatif. Selanjutnya dilakukanp penafsiran terhadap makna kata-kata dan kalimat-kalimat tersebut kemudian diambil kesimpulan secara deduktif yang kemudian dilaporkan secara deskriptif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa baik KHI maupun adat Tapanuli Selatan sama-sama memberikan harta warisan kepada anak angkat. KHI mengatur bahwa anak angkat mendapat warisan dari orang tua angkatnya melalui wasiat wajibah, dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3 harta sebagaimana dinyatakan dalam pasal 209 KHI ayat 1 dan 2, sementara anak dalam adat Tapanuli Selatan anak angkat mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya. Bagian warisan tersebut adalah bagian sabola artinya anak angkat itu mendapat 1/4 dari harta orang tua angkatnya yang diperoleh setelah menikah. Adapun landasan hukum yang digunakan KHI untuk memberikan harta warisan kepada anak angkat adalah karena tanggung jawab orang tua asal telah berpindah kepada orang tua angkatnya. Alasan ini sesungguhnya merupakan nilai hukum adat yang diadopsi oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI). Artinya, alasan ini telah dengan sendirinya menjadi landasan bagi hukum adat Tapanuli Selatan. Adat Tapanuli Selatan bahkan memandang anak sama dengan anak kandung. Persamaan antara KHI dan hukum adat adalah tujuan pengangkatan anak tersebut adalah karena didorong aspek kemanusian, walaupun kemudian dalam adat Tapanuli Selatan selain aspek kemanusian, pengangkatan anak juga bertujuan untuk meneruskan keturunan. Sementara itu ada sejumlah perbedaan juga ditemukan penulis yaitu (1) pengangkatan anak dalam KHI tidak akan menimbulkan hubungan nasab sedangkan pengangkatan anak dalam adat Tapanuli Selatan menimbulkan hubungan nasab, (2) tidak adanya calon anak angkat yang lebih diprioritaskan dalam KHI, hal ini berbeda dengan adat Tapanuli Selatan yang lebih memprioritaskan anak yang masih mempunyai hubungan darah dengan calon orang tua angkat, (3) KHI lebih menekankan aspek yuridis dalam hal pengangkatan anak sedangkan adat Tapanuli Selatan lebih menekankan aspek sosiologis.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisors: | Fatahuddin Aziz Siregar dan Zul Anwar Ajim Harahap |
Keywords: | Hukum Islam; hukum adat; mawaris |
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180128 Islamic Family Law > 18012816 Mawaris (Inheritance) |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum > Hukum Keluarga Islam/Ahwal Syakhsyiah |
Depositing User: | Users 10 not found. |
Date Deposited: | 23 Oct 2020 07:21 |
Last Modified: | 23 Oct 2020 07:21 |
URI: | http://etd.uinsyahada.ac.id/id/eprint/5896 |
Actions (login required)
View Item |