Liana, Elida (2010) Analisa lafaz fai ża tațahharna dalam surah Al-Baqarah ayat 222 tentang jima‘ terhadap isteri yang haiọ (suatu tinjauan terhadap Mażhab Hanafi). Undergraduate thesis, IAIN Padangsidimpuan.
Text
05 210 287.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial Share Alike. Download (635kB) |
Abstract
Skripsi ini berjudul “Analisa Lapaz Faidja Tatharna Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 222 Tentang Jima’ Terhadap Isteri Yang Haidh ssss(Suatu Tinjaun Terhadap Mazhab Hanafi).sedangkan yang jadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pendapat mazhab Hanafi tentang lafaz يطهرن dalam surat al-Baqarah ayat 222 dalam masalah jima’, apa alasan mazhab Hanafi tentang kebolehan menjima’ isteri yang sudah berhenti haidh tetapi belum mandi, serta apa latar belakang mazhab Hanafi. Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan skripsi ini maka penulis memakai metode studi kepustakan (library research) yaitu mengambil data dari berbagai buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini, kemudian setelah keterangan yang dapat diperlukan sudah dapat di himpun dari berbagai buku, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa dengan cara mengelompokkan sesuai dengan sipat dan keadaannya. Kemudian di olah dan disajikan dalam bentuk karya ilmiah (skripsi) dengan mengunakan metode deskriptif analisis. Pendapat mazhab Hanafi tentang lafaz يطهرن dalam surat al-Baqarah ayat 222 diartikan dengan terputusnya darah haidh dan membolehkan menjima’ isteri yang sudah habis haidh tetapi belum mandi, karena mazhab ini memahami potongan ayat tersebut secara takhfif (ringan) dengan mensukunkan huruf tha dan mendhommahkan huruf ha. Mazhab Hanafi beralasan tentang kebolehan menjima’ isteri yang sudah berhenti haidh tapi belum mandi karena pemahamannya terhadap makna at-tuhur tersebut dalam surat al-Baqarah ayat 222 artikannya terputus darah haidh dan dengan mengemukakan dalil dari sebuah hadist yang intinya menyatakan haidh itu tidak lebih dari sepuluh hari dan sekurang-kurangnya tiga hari. Yang diriwayatkan al-Darul Quthni dan hadist Ibnu ‘Adi. Kebolehan menjimak isteri yang sudah behenti haidh tetapi belum mandi yang dikemukakan mazhab Hanafi tersebut di atas yang dilatarbelakangi karena kondisi masyarakat mazhab Hanafi pada saat itu mengalami tingkat pluraritas yang tinggi dan selalu cenderung kepada pemikiran (ra’yu) serta adat istiadat (‘ufr).
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisors: | Drs. Dame Siregar, MA dan Muhammad Arsad Nasution, M.Ag. |
Keywords: | Al-Baqarah Ayat 222; Jima‘; Mażhab Hanafi |
Subjects: | 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies > 22040301 Al-Quran, Tafsir and related science 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies > 22040304 Fiqh, Ushul Fiqh, Islamic Jurisprudence, and related science |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum > Hukum Keluarga Islam/Ahwal Syakhsyiah |
Depositing User: | Ms Darmayanti Simamora |
Date Deposited: | 13 Nov 2020 07:56 |
Last Modified: | 13 Nov 2020 07:56 |
URI: | http://etd.uinsyahada.ac.id/id/eprint/6063 |
Actions (login required)
View Item |